S o s o k :
V. Titik
Rohayati, Wanita Tetaplah Wanita Dengan Segala Kemampuan Dan Kewajibannya
Buat bangsa
Indonesia bulan April identik dengan Hari Kartini. Setiap memasuki bulan ini,
kita akan teringat dengan Raden Adjeng Kartini. Kehidupan kaum perempuan yang tertindas
pada masa itu mendorong R.A. Kartini untuk melakukan perubahan. Pikirannya
terbuka setelah dia banyak berkorespondensi dengan para sahabat wanitanya yang
berasal dari Eropa. Salah satu sahabat yang paling mendukung perjuangannya
adalah Rosa Abendanon.
Pada edisi
April ini, Majalah Dialog menampilkan seorang ibu rumah tangga, berprofesi sebagai
guru, dan juga pendamping suami yang menjabat sebagai Kepala Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Ketapang. Dia adalah Dra.
Valentina Titik Rohayati, wanita kelahiran Lampung, 1 Februari 1969. Berkaitan
dengan Hari Kartini, kami akan memperbincangkan seputar Kartini dan emansipasi wanita
di zaman globalisasi ini.
Saat ditemui di sela-sela kesibukannya sebagai pengajar di
SMA PL Santo Yohanes, beliau berkisah kilas balik tentang RA Kartini, “Ibu
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara 21 April 1879 yang kemudian meninggal di
Rembang 17 September 1904. Sebelum Raden Ajeng Kartini ada, derajat kaum wanita
direndahkan dibanding kaum laki-laki. Pada zamannya wanita dilarang menuntut
ilmu, tidak boleh bekerja apalagi menjadi pemimpin . Raden Ajeng Kartini adalah
seorang pahlawan wanita yang memperjungkan hak asasi bagi para wanita. Beliau
telah membawa perubahan bagi kaum wanita di Indonesia. Raden Ajeng Kartini
memperjuangkan persamaan hak dan kewajiban antara wanita dengan pria dan atas
perjuangannya tersebut kaum wanita Indonesia saat ini dapat meraih kebebasan
dan memiliki hak serta derajatnya dengan kaum pria.”
Nama ibu Kartini
sudah tidak asing lagi, bahkan dalam kehidupan sekarang ini telah terpatri
suatu sikap, khususnya sikap para ibu,
sikap para remaja putri yang mencerminkan cita-cita luhur Ibu Kartini . Sebagai
wanita yang tentunya tidak dapat
meninggalkan kodratnya sebagai perempuan. Raden Ajeng Kartini dikenal sebagai
pendobrak adat pingitan, sebagai tokoh emansipasi wanita dan sebagai tonggak
kesetaraan gender serta sebagai pelopor kebangkitan wanita Indonesia.
Kepeloporannya wajib kita apresiasi dan aktualisasikan. Ibu Kartini adalah juga
model perempuan yang mendobrak kebekuan tradisi dan peradaban.
Lebih lanjut ibu
tiga anak ini menambahkan, bahwa tradisi dipandang sebagai sesuatu yang tidak
wajar lagi melainkan sebagai hambatan menuju kepada kemajuan. Lambat laun
kesadaranpun tumbuh untuk mencapai kemajuan yang memerlukan liberalisme dari
belenggu adat istiadat kuno. Pikiran-pikirannya jauh melampaui zamannya. Buah
pikirannya menjadi pembaharu zaman patrialisme dan penindasan perempuan. Ibu
Kartini telah menjadi inspirasi tidak hanya bagi kaum perempuan namun juga bagi
bangsa Indonesia karena lewat beberapa suratnya yang di kenal dengan “ Habis
Gelap Terbitlah Terang “. Ibu Kartini tidak hanya sebagai seorang Srikandi
Indonesia yang menentang adat istiadat di zamannya tetapi juga senantiasa menentang
kolonialisme yang dilancarkan oleh rezim imperialisme dan kolonialisme Belanda.
“Persepsi Ibu
Kartini tidak hanya dalam perbedaan tingkat maupun kehidupan pribumi dengan
Belanda dan Eropa saja melainkan juga mengenai keterbelakangan kolotnya kehidupan
tradisional masyarakat pada saat itu. Ibu Kartini mulai sadar akan perbedaan
kualitas hidup antara gaya Barat yang serba bebas dengan pola kehidupan
tradisional yang penuh dengan keterikatan,” kata lulusan S1 Matematika STKIP
Lampung.
Tulisan Raden Ajeng
Kartini “ Habis Gelap Terbitlah Terang “ justru mempertanyakan, mempersoalkan
dan menyangsikan segala sesuatu yang berasal dari tradisi. Kesempatan
bersekolah dan bergaul dengan anak-anak Belanda membuka mata dan membangkitkan
kesadarannya akan dunia luar serta nilai-nilai dan gaya hidupnya yang berbeda
dari apa yang dihayatinya. Maka timbulah kejutan kebudayaan baginya, yaitu
kesadaran akan situasi yang serba terbelakang dari kedudukan rendah wanita.
”Raden Ajeng Kartini
telah tiada, rohnya telah bersemayam di alam keabadian. Meski demikian, akan
terus dikenal sebagai sosok perempuan pejuang yang tak henti-hentinya membuka
mata kaumnya dari ketertindasan dan keterbelakangan. Nilai-nilai kesetaraan
menjadi mainstream dan basis perjuangannya. Ibu Kartini tidak segan-segan
menggugat ketidakadilan di tengah kultur feodalistik. Derajat aristokrat dan
kebangsawanan yang mengalir didalam tubuhnya rela beliau “gadaikan” demi
mengangkat harkat dan martabat serta kehormatan kaumnya ditengah-tengah
hegemoni kekuasaan kaum lelaki,” ujar Titik.
Tidaklah terlalu
berlebihan kiranya apabila wanita saat ini telah dapat berbicara sejajar dengan
kaum pria. Karena secara normatif sudah tidak ada lagi larangan bagi kaum
wanita untuk memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya. Sebuah kesepakatan
yang sama diberikan untuk kaum pria. Tetapi tidak semua hal wanita dapat
disejajarkan dengan kaum pria. Karena perputaran zaman tidak akan pernah
membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala
kemampuan dan kewajibannya, yang berubah adalah wanita harus mendapatkan
pendidikan dan perlakuan yang lebih baik, wanita harus sehat jasmani dan rohani
serta berbudi pekerti luhur. Yang beliau hargai adalah semangat untuk mewarisi
ideologi dan gerakan beliau sekaligus menjadikan kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan sebagai musuh utama.
Sayangnya masih
banyak wanita Indonesia yang menafsirkan emansipasi wanita yang dulu
diperjuangkan oleh R.A. Kartini secara keliru. Kebebasan dan persamaan hak
sering disalahartikan. Sebagian wanita yang sudah berumah tangga justru
mengabaikan kodratnya sendiri, karena terjebak dengan pekerjaan dan karir
sehingga melupakan perannya sebagai ibu bagi anak-anaknya dan sebagai istri
dari suaminya.
“Kalau kita
menyimak sejarah R.A. Kartini, tentu maksud persamaan hak yang dituntutnya
bukan tanpa batas. Artinya, harus ada ruang bagi wanita untuk melakukan
perannya sebagai istri dari suaminya dan ibu dari anak-anaknya, tidak
semata-mata mementingkan pekerjaan dan karirnya sendiri. Disadari atau tidak,
adanya kebebasan kaum wanita yang beraktivitas diluar rumah, terutama bagi
wanita yang sudah berumah tangga, jika tidak disikapi secara
bijaksana bisa melupakan perannya dalam mendidik anak.”
Ibu Kartini mungkin
akan tersenyum melihat kaum perempuan Indonesia telah banyak yang mengenyam
pendidikan serta telah banyak yang meraih prestasi di berbagai bidang. Gerakan
emansipasi wanita tidak terlepas dari peran Raden Ajeng Kartini. Dari kehidupan
Raden Ajeng Kartini kita dapat meneladani 3 (tiga) poin utama, yaitu : 1/kreatifitas,
karena pada zamannya seorang muda pribumi hanya segelintir yang menulis, namun
Ibu Kartini menulis surat yang ditujukan kepada teman-temannya berbeda benua,
2/kepedulian, karena pemikiran Kartini yang sangat kritis akan tradisi yang
terlalu mengekang kaum wanita untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan
kaum pria, 3/keuletan belajar, ibu Kartini mampu menguasai Bahasa Belanda dan
Bahasa Perancis. Semoga dalam peringatan hari Kartini dapat membuka hati dan
pikiran kita untuk menjadi wanita-wanita yang selalu menjadi pelopor kebaikan
di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita.(wahyudi/Edisi 2 April 2015)
No comments:
Post a Comment