Sunday, May 15, 2016

Edukasi :
Edisi 3 Juli-Agustus 2015


PROSPEK DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DI MASA DEPAN





Keberadaan dewan pendidikan dan komite sekolah   amat tergantung   pada dua hal yang saling kait mengait, yakni konsep, atau teori yang melandasi, dan payung hukum yang digunakan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Pertama, jika konsep yang melandasi pembentukan dewan pendidikan nasional yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan adalah desentralisasi pendidikan, maka selama itu dewan pendidikan dan komite sekolah    akan eksis dalam sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Apa rasionalnya? Karena keberadaan dewan pendidikan dan komite sekolah   /madrasah merupakan representasi dari masyarakat peduli pendidikan yang senantiasa harus mendampingi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan. Marilah kita lihat Pasal 1 butir 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
24. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
25. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

Kedua butir dalam Pasal 1  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut menunjukkan bahwa eksistensi kedua lembaga tersebut dibentuk berdasarkan konsep desentralisasi pendidikan. Dewan pendidikan dan komite sekolah merupakan representasi dari masyarakat.


Kedua, jika payung hukum yang menaungi proses pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni Undang-Undang yang berbasis masyarakat (Pasal 55), maka eksistensi dewan pendidikan dan komite sekolah    akan tetap diakui, sesuai dengan Pasal 1 butir 24 dan 25, Pasal 55, Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Jika pada suatu saat nanti, Undang-Undang  tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak lagi bersandar pada dua hal tersebut di atas, maka tidaklah kita dapat berharap bahwa lembaga dewan pendidikan dan komite sekolah akan tetap eksis dalam sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Prospek dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di masa depan tetap eksis jika Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 masih dijadikan acuan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Bagaimana gambaran tentang prospek dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di masa depan akan tercermin dalam tiga hal sebagai berikut:

A. Dewan Pendidikan Nasional

Sampai di penghujung tahun 2013, Dewan Pendidikan Nasional belum berhail dibentuk, padahal Pasal 56 ayat (2) menegaskan sebagai berikut: “Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam penigkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana, dan pra sarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.”

Ada beberapa beberapa kemungkinan faktor penyebab belum atau tidak dapat dibentuknya Dewan Pendidikan Nasional: 1/ Tidak adanya political will Pemerintah untuk membentuk Dewan Pendidikan Nasional, karena pembentukan Dewan Pendidikan Nasional dibentuk oleh Panitia Pemilihan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional; 2/ Ada kemungkinan telah terjadi salah persepsi tentang eksistensi Dewan Pendidikan Nasional, yakni adanya Lembaga Ad Hoc yang bernama Komite Nasional Pendidikan, yang pada saat ini masih eksis di bawah Kantor Wakil Presiden yang fungsinya untuk mengawal pelaksanaan anggaran pendidikan 20%, baik dalam APBN maupun APBD; 3/ Salah persepsi ini juga terjadi di beberapa lembaga nonpemerintah, seperti PGRI, yang seharusnya juga ikut mengawa proses pembentukan Dewan Pendidikan Nasional. Dalam hal ini, PGRI malah mengusulkan kepada Pemerintah untuk membentuk Lembaga Ad Hoc Pendidikan (Kompas, Jum’at 10 Januari 2014). Ketua PGRI telah mengusulkan kepada Pemerintah, karena lembaga tersebut akan mengawasi penyelenggaraan pendidikan. Lembaga ini terdiri atas sekelompok ahli dan praktisi bidang pendidikan. Usulan PGRI tersebut menjadi naif, karena keberadaan Dewan Pendidikan Nasional sebenarnya digagas untuk tugas dan fungsi tersebut; 4/ Di bidang pendidikan tinggi ada Dewan Pendidikan Tinggi (DPT) yang organisasi, tugas-fungsi, dan organisasinya berbeda dengan Dewan Pendidikan Nasional. DPT berkedudukan di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jakarta, dan tidak ada di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ketuanya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (ex-officio), dan fungsinya memberikan masukan kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal. Berbeda dengan Dewan Pendidikan Nasional, DPT lebih sebagai lembaga birokrasi, mempunyai mata anggaran sendiri, karena ketuanya eks officio Dirjen. Kelahiran Dewan Pendidikan Tinggi, yang secara keseluruhan sangat berbeda dengan Dewan Pendidikan Nasional, kemungkinan telah menjadikan tanda tanya besar tentang perlunya dibentuk lembaga tersebut.

Walaupun sampai saat ini Dewan Pendidikan Nasional belum berhasil dibentuk, upaya untuk membentuk Dewan Pendidikan Nasional telah lama dilakukan, yakni melalui kegiatan workshop Dewan Pendidikan pada tahun 2008. Usulan panitia pemilihan pembentukan Dewan Pendidikan Nasional telah dikirimkan kepada Mendikbud, namun pada saat itu telah terjadi proses penggantian Menteri, sehingga keputusan penetapan Panitia Pemilihan Dewan Pendidikan Nasional belum dapat diterbitkan sampai saat penulisan buku ini.


Bersamaan dengan itu, ada sekelompok dewan pendidikan dari beberapa daerah provinsi dan kabupaten/kota yang telah berusaha membentuk Forum Dewan Pendidikan Nasional (FDPN), yang dimotori antara lain oleh Ketua Dewan Pendidikan Jakarta Barat dan Dewan Pendidikan Kabupaten Pasuruan, yang tujuannya untuk mendorong terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional. Perkembangan Dewan Pendidikan sampai dengan tahun 2014 ini masih berkutat pada proses perencanaan pembentukan Dewan Pendidikan Nasional.

B. Program Strategis Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah Sepuluh Tahun ke Depan.

Jika eksistensi dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah masih akan tetap dipertahankan menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan nasional, maka Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan harus memiliki program strategis sebagai berikut: 1/ Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus segera memberikan fasilitas dalam proses pembentukan Dewan Pendidikan Nasional. Untuk itu, Keputusan Penetapan Panitia Pemilihan Dewan Pendidikan harus segera diterbitkan; 2/ Dewan Pendidikan Nasional sudah harus dibentuk, lengkap dengan sekretariatnta, kantor, dan peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan operasionalnya; 3/ Semua daerah provini diminta untuk dapat membentuk Dewan Pendidikan Provinsi; 4/ Sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 jo. PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, seharusnya sudah diterbitkan Permendikbudnya; 5/ Telah memiliki Standar Kualitas Pelaksanaan Fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dan kalau mungkin dapat diterbitkan Permendikbudnya; 6/ Paling sedikit, 50% Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah telah melaksanakan 75% standar kualitas kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah; 7/ Program pemberian bantuan sosial bagi Dewan Pendidikan perlu diberikan, dengan syarat membuat program kerja dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara rutin kepada masyarakat dan pemberi dana bantuan sosial sesuai dengan panduan yang diberikan; 8/ Semua Dewan Pendidikan, mulai dari Dewan Pendidikan Nasional sampai dengan Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota harus sudah secara rutin menyusun program kerja jangka panjang dan jangka pendeknya. Berdasarkan kesimpulan hasil Evaluasi Efektivitas Penggunaan Dana Subsidi (Bansos) bagi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah pada tahun 2013 yang telah dilaksanakan oleh Dr. Bambang Indrianto, Pusat Penelitian Kebijakan Balitbang Dikbud telah menyampaikan dua opsi program (bukan rekomendasi, karena lebih sebagai pilihan), yakni 1) program penguatan kelembagaan dan 2) efektivitas program.

C. Payung Hukum.

Salah satu hal yang melemahkan keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah berdasarkan payung hukum yang berlaku saat ini adalah ketentuan Pasal 193, Pasal 194, Pasal 195, dan Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan pemilihan dan penetapan anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidal lagi merupakan lembaga mandiri dan independen karena anggotanya dipilih ditetapkan oleh Menteri Pendidikan (untuk Dewan Pendidikan Nasional, yang nota bene belum terbentuk), oleh Gubernur (untuk Dewan Pendidikan Provinsi), dan oleh Bupati/Walikota (untuk Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota). Sementara untuk  Komite Sekolah ditetapkan oleh Kepala  Sekolah. Oleh karena itu regulasi yang ada perlu dikembalikan kepada konsep asal Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri dan independen. Oleh karena itu, pertanyaan terbesar adalah kapankah negeri ini akan dapat menyempurnakan payung hukum tersebut? Berdasarkan informasi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah dan sedang menyampaikan usul inisiatif untuk elakukan perubahan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku sekarang, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Jika proses perubahan tersebut dapat dilaksanakan, maka perbaikan pasal-pasal dan ayat tentang Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, serta tentang Komite Sekolah perlu mendapatkan perhatian secara lebih serius. 

(Sumber: Perkembangan Dewan Pendidikan & Komite Sekolah/Madrasah Tahun 2002-2014, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Tahun 2014)


No comments:

Post a Comment