Edukasi
:
Edisi 3
Juli-Agustus 2015
PROSPEK
DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DI MASA DEPAN
Keberadaan
dewan pendidikan dan komite sekolah
amat tergantung pada dua hal
yang saling kait mengait, yakni konsep, atau teori yang melandasi, dan payung
hukum yang digunakan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pertama, jika konsep yang melandasi
pembentukan dewan pendidikan nasional yang digunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan adalah desentralisasi pendidikan, maka selama itu dewan pendidikan
dan komite sekolah akan eksis dalam sistem pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan.
Apa
rasionalnya? Karena keberadaan dewan pendidikan dan komite sekolah /madrasah merupakan representasi dari
masyarakat peduli pendidikan yang senantiasa harus mendampingi Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan. Marilah kita lihat Pasal 1 butir 24
dan 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
24.
Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur
masyarakat yang peduli pendidikan.
25.
Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
Kedua, jika payung hukum yang menaungi
proses pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan adalah Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni Undang-Undang yang
berbasis masyarakat (Pasal 55), maka eksistensi dewan pendidikan dan komite
sekolah akan tetap diakui, sesuai dengan Pasal 1 butir
24 dan 25, Pasal 55, Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Jika pada
suatu saat nanti, Undang-Undang tentang
Sistem Pendidikan Nasional tidak lagi bersandar pada dua hal tersebut di atas,
maka tidaklah kita dapat berharap bahwa lembaga dewan pendidikan dan komite
sekolah akan tetap eksis dalam sistem pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan.
Prospek dewan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah di masa depan tetap eksis jika Pasal 56
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 masih dijadikan acuan dalam pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan. Bagaimana gambaran tentang prospek dewan pendidikan
dan komite sekolah/madrasah di masa depan akan tercermin dalam tiga hal sebagai
berikut:
A. Dewan Pendidikan Nasional
Sampai di
penghujung tahun 2013, Dewan Pendidikan Nasional belum berhail dibentuk,
padahal Pasal 56 ayat (2) menegaskan sebagai berikut: “Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
penigkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan
dukungan tenaga, sarana, dan pra sarana, serta pengawasan pendidikan pada
tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai hubungan
hirarkis.”
Ada beberapa beberapa
kemungkinan faktor penyebab belum atau tidak dapat dibentuknya Dewan Pendidikan
Nasional: 1/ Tidak adanya political will
Pemerintah untuk membentuk Dewan Pendidikan Nasional, karena pembentukan Dewan
Pendidikan Nasional dibentuk oleh Panitia Pemilihan yang ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional; 2/ Ada kemungkinan telah terjadi salah persepsi
tentang eksistensi Dewan Pendidikan Nasional, yakni adanya Lembaga Ad Hoc yang
bernama Komite Nasional Pendidikan, yang pada saat ini masih eksis di bawah
Kantor Wakil Presiden yang fungsinya untuk mengawal pelaksanaan anggaran pendidikan
20%, baik dalam APBN maupun APBD; 3/ Salah persepsi ini juga terjadi di
beberapa lembaga nonpemerintah, seperti PGRI, yang seharusnya juga ikut mengawa
proses pembentukan Dewan Pendidikan Nasional. Dalam hal ini, PGRI malah
mengusulkan kepada Pemerintah untuk membentuk Lembaga Ad Hoc Pendidikan
(Kompas, Jum’at 10 Januari 2014). Ketua PGRI telah mengusulkan kepada
Pemerintah, karena lembaga tersebut akan mengawasi penyelenggaraan pendidikan.
Lembaga ini terdiri atas sekelompok ahli dan praktisi bidang pendidikan. Usulan
PGRI tersebut menjadi naif, karena keberadaan Dewan Pendidikan Nasional
sebenarnya digagas untuk tugas dan fungsi tersebut; 4/ Di bidang pendidikan
tinggi ada Dewan Pendidikan Tinggi (DPT) yang organisasi, tugas-fungsi, dan
organisasinya berbeda dengan Dewan Pendidikan Nasional. DPT berkedudukan di
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jakarta, dan tidak ada di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota. Ketuanya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (ex-officio), dan fungsinya memberikan
masukan kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jenderal. Berbeda
dengan Dewan Pendidikan Nasional, DPT lebih sebagai lembaga birokrasi,
mempunyai mata anggaran sendiri, karena ketuanya eks officio Dirjen. Kelahiran
Dewan Pendidikan Tinggi, yang secara keseluruhan sangat berbeda dengan Dewan
Pendidikan Nasional, kemungkinan telah menjadikan tanda tanya besar tentang
perlunya dibentuk lembaga tersebut.
Walaupun
sampai saat ini Dewan Pendidikan Nasional belum berhasil dibentuk, upaya untuk
membentuk Dewan Pendidikan Nasional telah lama dilakukan, yakni melalui
kegiatan workshop Dewan Pendidikan
pada tahun 2008. Usulan panitia pemilihan pembentukan Dewan Pendidikan Nasional
telah dikirimkan kepada Mendikbud, namun pada saat itu telah terjadi proses
penggantian Menteri, sehingga keputusan penetapan Panitia Pemilihan Dewan
Pendidikan Nasional belum dapat diterbitkan sampai saat penulisan buku ini.
Bersamaan
dengan itu, ada sekelompok dewan pendidikan dari beberapa daerah provinsi dan
kabupaten/kota yang telah berusaha membentuk Forum Dewan Pendidikan Nasional
(FDPN), yang dimotori antara lain oleh Ketua Dewan Pendidikan Jakarta Barat dan
Dewan Pendidikan Kabupaten Pasuruan, yang tujuannya untuk mendorong
terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional. Perkembangan Dewan Pendidikan sampai
dengan tahun 2014 ini masih berkutat pada proses perencanaan pembentukan Dewan
Pendidikan Nasional.
B. Program Strategis Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah/Madrasah Sepuluh Tahun ke Depan.
Jika
eksistensi dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah masih akan tetap
dipertahankan menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan nasional, maka Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan harus
memiliki program strategis sebagai berikut: 1/ Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan harus segera memberikan fasilitas dalam proses pembentukan Dewan
Pendidikan Nasional. Untuk itu, Keputusan Penetapan Panitia Pemilihan Dewan
Pendidikan harus segera diterbitkan; 2/ Dewan Pendidikan Nasional sudah harus
dibentuk, lengkap dengan sekretariatnta, kantor, dan peralatan yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan operasionalnya; 3/ Semua daerah provini diminta untuk dapat
membentuk Dewan Pendidikan Provinsi; 4/ Sebagai penjabaran dari Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 jo. PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan, seharusnya sudah diterbitkan Permendikbudnya; 5/
Telah memiliki Standar Kualitas Pelaksanaan Fungsi Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah, dan kalau mungkin dapat diterbitkan Permendikbudnya; 6/ Paling
sedikit, 50% Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah telah melaksanakan
75% standar kualitas kinerja Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah; 7/
Program pemberian bantuan sosial bagi Dewan Pendidikan perlu diberikan, dengan
syarat membuat program kerja dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara
rutin kepada masyarakat dan pemberi dana bantuan sosial sesuai dengan panduan
yang diberikan; 8/ Semua Dewan Pendidikan, mulai dari Dewan Pendidikan Nasional
sampai dengan Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota
harus sudah secara rutin menyusun program kerja jangka panjang dan jangka
pendeknya. Berdasarkan kesimpulan hasil Evaluasi Efektivitas Penggunaan Dana
Subsidi (Bansos) bagi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah pada tahun 2013 yang
telah dilaksanakan oleh Dr. Bambang Indrianto, Pusat Penelitian Kebijakan
Balitbang Dikbud telah menyampaikan dua opsi program (bukan rekomendasi, karena
lebih sebagai pilihan), yakni 1) program penguatan kelembagaan dan 2)
efektivitas program.
C. Payung Hukum.
Salah satu
hal yang melemahkan keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah berdasarkan
payung hukum yang berlaku saat ini adalah ketentuan Pasal 193, Pasal 194, Pasal
195, dan Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan pemilihan dan
penetapan anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidal lagi merupakan lembaga
mandiri dan independen karena anggotanya dipilih ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan (untuk Dewan Pendidikan Nasional, yang nota bene belum terbentuk), oleh Gubernur (untuk Dewan Pendidikan
Provinsi), dan oleh Bupati/Walikota (untuk Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota).
Sementara untuk Komite Sekolah
ditetapkan oleh Kepala Sekolah. Oleh
karena itu regulasi yang ada perlu dikembalikan kepada konsep asal Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri dan independen. Oleh
karena itu, pertanyaan terbesar adalah kapankah negeri ini akan dapat
menyempurnakan payung hukum tersebut? Berdasarkan informasi, Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) telah dan sedang menyampaikan usul inisiatif untuk elakukan
perubahan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku
sekarang, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Jika proses perubahan
tersebut dapat dilaksanakan, maka perbaikan pasal-pasal dan ayat tentang Dewan
Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan
Kabupaten/Kota, serta tentang Komite Sekolah perlu mendapatkan perhatian secara
lebih serius.
(Sumber: Perkembangan Dewan Pendidikan & Komite Sekolah/Madrasah
Tahun 2002-2014, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar Tahun 2014)
No comments:
Post a Comment